Archive for March 18, 2012


Pembuatan Edible Film

 

Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Film

Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas tersebut dapat dipercepat dengan adanya oksigen, air, cahaya, dan temperatur. Salah satu cara untuk mencegah atau memperlambat fenomena tersebut adalah dengan pengemasan yang tepat.

Pengemasan makanan yaitu suatu proses pembungkusan makanan dengan bahan pengemas yang sesuai. Bahan pengemas yang dapat digunakan antara lain plastik, kertas, logam, dan kaca. Akan tetapi penggunaan material sintetis tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan. Oleh karena itu pada saat ini dibutuhkan penelitian mengenai bahan pengemas yang dapat diuraikan. Edible film memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah.

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Ubi-ubian seperti singkong merupakan salah satu sumber pati. Singkong memiliki persentase kandungan pati yang tinggi yaitu 90%, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film. 

Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya. Pohon singkong dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 1-4 meter dengan daun besar yang menjari dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm. Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg dan bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Ubi singkong yang matang terdiri atas tiga lapisan yang jelas yaitu; peridermis luar, cortex, dan daging bagian tengah. 

Tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikutt: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales, Famili : Euphorbiaceae, Genus : Manihot, Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.

Komposisi kimia dari ubi singkong dalam 100 g yang terbesar selain air (62,5 gram) yaitu karbohidrat (34,7 gram). Kandungan calsium dan vitamin C dalam ubi ini cukup tinggi yaitu masing-masing 33 dan 36 mg. Komponen terbesar dari karbohidrat ubi singkong yaitu pati dan mengandung amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi. Granula dari pati ini berukuran 4-35 µm dengan bentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pati singkong pada 62-73OC.

Pati singkong dapat dihasilkan dengan melakukan proses ekstraksi dari ubi singkong. Proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya.

Menurut definisinya, edible film merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan dan ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan. Dalam produk pangan, lapisan tipis ini berfungsi untuk penghambat perpindahan uap air, menghambat pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak, meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Bahan dasar pembentuk edible film dapat terdiri hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa protein, turunan selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lainnya. Lipida yang biasa digunakan waxes, asilgliserol, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan gabungan lipida dengan hidrokoloid.

Pembuatan edible film sering menggunakan metode casting dan pada pembuatannya menggunakan prinsip gelatinisasi. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plasticizer, yang kemudian diaduk lalu dilakukan pengaturan pH, dan kemudian sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu lalu dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dapat dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan. Gelatinisasi terjadi karena adanya penambahan sejumlah air dan pemanasan yang akan mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen.

Jenis pati singkong yang digunakan akan berpengarur terhadap karakteristik film yang akan dihasilkan. Film yang terbuat dari larutan pati singkong yang tidak dimodifikasi akan menghasilkan pori-pori yang kecil. Sedangkan larutan pati singkong yang dimodifikasi dengan esterifikasi menunjukkan adanya granula-granula pati dengan struktur yang kecil yang saling berdempetan pada film yang dihasilkan, dan pati singkong yang dioksidasi menunjukkan struktur granula yang utuh pada film dan tidak hancur dalam air.

Tidak ada metode standar dalam pembuatan edible film sehingga dapat dihasilkan film dengan fungsi dan karakteristik fisikokimia yang diinginkan akan berbeda. Suhu pemanasan yang digunakan ditentukan berdasarkan bahan dasar yang digunakan dan akan berpengaruh terhadap elastisitas, persentase pemanjangan, permeabilitas terhadap uap air, dan kelarutan edible film atau coating. 

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam pembuatan edible film berbasis pati seringnya dilakukan penambahan hidrokoloid dan plasticizer agar didapatkan karakteristik film yang baik. Hidrokoloid berfungsi untuk membentuk struktur film agar tidak mudah hancur, sedangkan plasticizer berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dari film. Edible film berbasis pati singkong dapat diaplikasikan untuk mengemas apel potong sehingga dapat mempertahan kecerahan warna apel dan dapat mempertahankan umur simpan dodol durian hingga 25-44 hari.

 

Suatu siang, ketika Anda melewati satu rumah makan, Anda  mungkin bingung melihat seseorang makan hamburger dengan  lahapnya. Anda bingung bukan karena orang tersebut begitu cepat menyantap hamburger tersebut. Akan tetapi, pembungkus hamburger tersebut pun dengan lahap dimakan orang tersebut. Anda mungkin mengira orang tersebut kurang waras. Tetapi, kemasan tersebut memang bisa dikonsumsi.  Inilai buah dari perkembangan teknologi yang luar biasa, yaitu teknologi pengawetan makanan.

Dalam 20 tahun terkahir, bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia atau yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan. Hal  ini  disebabkan  karena berbagai  keunggulan  plastik  seperti  fleksibel, mudah  dibentuk,  transparan,  tidak  mudah  pecah,  dan  harganya  yang  relatif  murah. Namun ternyata,  polimer plastik juga mempunyai berbagai kelemahan, yaitu sifatnya yang   tidak  tahan   panas,  mudah    robek, dan yang paling  penting  adalah dapat menyebabkan kontaminasi melalui transmisi monomernya ke bahan yang dikemas.

Kelemahan lain dari plastik  adalah  sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara  alami (non -biodegradable) sehingga   menyebabkan beban bagi  lingkungan apabila tidak dilakukan daur ulang (recycling).  Sampah plastik bekas pakai tidak akan hancur meskipun telah ditimbun berpuluh-puluh tahun, akibatnya  penumpukan sampah plastik  dapat menyebabkan  pencemaran dan kerusakan bagi lingkungan hidup.

Seiring  dengan  kesadaran  manusia akan masalah  ini,  maka  dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik dan bahan-bahan terbarukan (renewable).  Salah satu jenis kemasan yang  bersifat  ramah lingkungan adalah kemasan edible (edible  packaging). Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan,  dapat langsung dimakan, serta aman bagi lingkungan.

Sejak  5 tahun yang lalu, tren untuk mengkonsumsi makanan semakin menuju ke arah kebiasaan yang baik. Selain pola untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak, orang-orang pun mulai mengkonsumsi makanan yang sehat. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika, 7 dari 10 orang mengkonsumsi lebih banyak buah-buahan dan sayuran daripada makanan lainnya. Permintaan akan makanan sehat semakin meningkat dan wilayah untuk pemasaran produk baru, seperti pembungkus makanan yang dapat dimakan akan semakin meningkat.

Pembungkus dari bahan buah-buahan dan sayuran dapat menggantikan beberapa pembungkus asintetik yang biasanya digunakan untuk mengawetkan dan melindungi makanan tersebut. Pembungkus ini juga dapat dipakai sebagai pembungkus makanan sebelum disimpan di kulkas.

Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film).  Edible coating banyak  digunakan untuk pelapis produk  daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture f oods), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul.

Edible  film  adalah  lapisan  tipis  yang  dibuat  dari  bahan  yang  dapat  dimakan, dibentuk   di atas  komponen    makanan    yang  berfungsi   sebagai  penghambat  transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif. Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik,  yaitu  harus  memiliki  sifat  menahan  air  sehingga  dapat  mencegah  kehilangan kelembaban      produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna,  pigmen alami  dan  gizi,  serta  menjadi  pembawa  bahan  aditif  seperti  pewarna,  pengawet  dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.

Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan  dan  sayuran  segar  dapat memperlambat penurunan mutu, karena edible film  dapat berfungsi  sebagai penahan  difusi gas oksigen,  karbondioksida dan uap air,  serta komponen  flavor sehingga mampu  menciptakan  kondisi  atmosfer internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Pengembangan produk kemasan luar biasa ini tentunya harus terus ditingkatkan sebagai teknologi pengemasan produk yang bernilai jual tinggi dan ramah lingkungan. Apakah Anda sekarang siap menyonsong dan menyantap kemasan tersebut?

Sumber:

  1. Banerjee,  R., H.Chen  and  J.Wu,  1996.   Milk  protein-based  edible  film mechanical strength changes due to ultrasound process. J.Food Sci. 61(4)
  2. Edible Packaging, Artikel Teknik Kimia Universitas Gajah Mada. 2003
  3. Handout kemasan Edible, 2007
  4. Krochta,J.M. 1992.  Control of mass transfer in food with edible coatings and film. In :Singh,R.P.  and  M.A.Wirakartakusumah  (Eds)  :  Advances  in  Food  Engineering. CRC Press : Boca Raton, F.L.

Entah sudah berapa kali kaki ini melangkah
Mencari semangkuk cahaya
Cahaya yang mampu menerangi hidupku dan hidupnya kelak
Cahaya yang menuntun kami menembus kabut malam

Walau terkadang sulit
Dan tak jarang keringat dan keluhan terpampang jelas pada dunia
Biarkan mereka berkata apa
Yang penting dia percaya
Bahwa aku mencari semangkuk cahaya

Jika sudah genap semangkuk
Aku akan pulang malaikatku
Karena semangkuk cahaya ini
Adalah untukmu
Agar kamu bisa terbang kelangit terindah kelak
Berhias cahaya

Sabarlah malaikat
Sabarlah pelitaku, anakku
Tunggu bapak pulang kerumah
Dengan semangkuk cahaya